Tahun 2022 Indonesia kembali berpartisipasi dalam The Programme for International Student Assessment (PISA) untuk kedelapan kalinya sejak keikutsertaannya pada tahun 2000 lalu.
PISA merupakan asesmen global yang dilakukan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) yang dapat mengevaluasi sistem pendidikan di seluruh negara. PISA mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa berusia 15 tahun dalam bidang membaca, matematika, dan sains.
Sampel PISA 2022 adalah 14.340 siswa di kelas 9 SMP (465) dan 10 SMA (54%) dari total 20juta siswa se-Indonesia di 413 sekolah. Pengambilan data dilakukan di awal tahun 2022, dimana sekolah-sekolah di Indonesia masih dalam masa transisi dari pembelajaran masa pandemi ke pembelajaran tatap muka terbatas.
Hasilnya, nilai PISA 2022 mengalami penurunan dari tahun 2018 sebelumnya di semua bidang. Rata-rata skor PISA di semua bidang, baik membaca, matematika, dan sains, turun 12-13 poin dari tahun 2018.
Secara umum, top performer (siswa yang mencapai nilai tertinggi setidaknya pada satu bidang) pada PISA 2022 menurun dibandingkan tahun 2018, dari 0,6% menjadi 0,1%, tetapi peraih nilai terbawah meningkat dari 51,7% di tahun 2018 menjadi 59% di tahun 2022.
Hasil PISA 2022 ini juga menunjukkan hanya sekitar 25% siswa Indonesia mencapai level 2 (kemampuan mengidentifikasi gagasan utama dalam teks sedang) atau lebih tinggi dalam membaca. Padahal, rata-rata negara OECD sebanyak 74% siswa dapat melampauinya.
Hampir tidak ada siswa yang dapat mencapai level 5 (kemampuan memahami teks panjang, membedakan fakta dan opini), padahal 7% siswa di negara OECD dapat mencapainya.
Di bidang matematika, hanya sekitar 18% siswa Indonesia yang dapat mencapai tingkat kemahiran level 2 (kemampuan merepresentasikan situasi sederhana secara matematis) padahal kemampuan tersebut dapat dicapai oleh 69% siswa di negara-negara OECD.
Dan hampir tidak ada siswa di Indonesia yang mampu mencapai Level 5 atau 6 dalam tes matematika PISA. Yaitu, kemampuan memodelkan situasi yang kompleks secara matematis, memilih, membandingkan dan mengevaluasi strategi pemecahan masalah yang tepat untuk menghadapinya. Padahal rata-rata 9% siswa di negara OECD memiliki kemampuan level 5 dan 6 ini.
Sementara itu, performa siswa Indonesia dalam sains di PISA 2022 tidak lebih baik dari membaca dan matematika. Hanya sekitar 34% siswa yang mampu mengenali penjelasan yang benar untuk fenomena ilmiah yang sudah dikenal dan dapat menggunakan pengetahuan tersebut untuk mengidentifikasi (kemahiran sains level 2).
Dan hampir tidak ada siswa yang berprestasi dalam level 5 dan 6 di bidang sains (kreativitas dan kemandirian menerapkan pengetahuan tentang sains ke dalam berbagai situasi, termasuk situasi yang tidak mereka kenal). Padahal, sekitar 7% rata-rata siswa di negara-negara OEDC dapat mencapainya.
Berdasarkan sosial ekonomi, perolehan nilai matematika siswa dari keluarga terkaya (kuintil 5) lebih tinggi rata-rata 34 poin dari anak-anak termiskin (kuintil 1). Sekitar 43% anak-anak termiskin ini memperoleh rata-rata nilai di bidang matematika sebesar 354. Anak-anak termiskin di negara lain seperti Vietnam dan Turki mendapatkan nilai yang jauh lebih tinggi dari itu.
Dalam PISA 2022, perolehan nilai anak perempuan lebih tinggi dibanding anak laki-laki di semua bidang.
Dengan kata lain, performa siswa Indonesia di PISA 2022 ini mengalami penurunan. Hal ini terjadi bukan hanya di Indonesia. Secara global, capaian rata-rata skor PISA negara-negara lain pun turun di tahun 2022 ini. Hal ini menunjukkan bahwa dampak learning loss yang disebabkan pandemi Covid-19 nyata adanya. Namun, dalam konteks Indonesia, sebelum pandemi pun, kita telah mengalami penurunan performa dilihat dari hasil PISA tahun-tahun sebelumnya.
Hasil PISA 2022 menegaskan bahwa PR pendidikan di Indonesia utamanya dalam memastikan akses pendidikan berkualitas masih cukup banyak. Semoga hasil PISA 2022 ini memberikan refleksi mendalam tentang upaya strategis yang dapat dilakukan berbagai pihak untuk pendidikan berkualitas yang merata di Indonesia.