INDONESIA menuangkan tujuan besar negara dalam Visi Indonesia Emas 2045, yaitu “Mewujudkan Indonesia sebagai Negara Nusantara Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan”. Salah satu visi dalam Indonesia Emas 2045 adalah meningkatkan daya saing sumber daya manusia.
Berbicara terkait sumber daya manusia, salah satu aspek penting yang menentukan kualitas sumber daya manusia adalah pendidikan. Pendidikan merupakan suatu investasi untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki produktivitas tinggi.
Masalahnya, kualitas pendidikan di Indonesia masih perlu mendapat perhatian. Rata-rata lama sekolah di Indonesia pada 2022 adalah 9,08 tahun atau setara dengan tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Angka tersebut bisa dikatakan masih rendah, mengingat target rata-rata lama sekolah Indonesia tahun 2045 adalah 12 tahun atau setara Sekolah Menengah Atas (SMA). Artinya, rata-rata lama sekolah harus meningkat 3 tahun dalam kurun waktu 20 tahun.
Rendahnya capaian pendidikan Indonesia
Sebuah indikator yang menilai performa pendidikan dasar, PISA Score, menunjukkan bahwa Indonesia masih jauh tertinggal dibanding negara lain. Aspek-aspek yang dinilai dalam PISA adalah kemampuan yang diajarkan pada pendidikan dasar, yaitu membaca, matematika, dan sains.
Pada 2018, skor PISA rata-rata Indonesia berada pada peringkat 71 dari 77 negara yang diobservasi. Nilai dari aspek membaca adalah 371, turun dibandingkan pada 2015 yang mendapatkan nilai 397. Penilaian skor matematika juga menunjukkan penurunan, yaitu dari 386 (2015) menjadi 379 (2018). Penilaian skor sains juga mengalami penurunan, dari 403 (2015) menjadi 396 (2018).
Skor PISA Indonesia secara keseluruhan masih di bawah rata-rata penilaian OECD. Jika dibandingkan dengan Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam, rata-rata skor PISA Indonesia berada posisi paling rendah. Nilai PISA yang rendah menunjukkan bahwa performa pendidikan dasar Indonesia masih sangat tertinggal.
Di samping skor PISA yang sangat rendah, partisipasi pendidikan dasar di Indonesia juga belum merata. Hal ini ditunjukkan oleh data Angka Partisipasi Sekolah Dasar (APS Dasar) di sembilan provinsi yang masih berada di bawah rata-rata nasional. Bahkan, APS Dasar Provinsi Papua hanya sebesar 84,35 persen.
APS Menengah di Indonesia juga masih perlu ditingkatkan, yaitu sebesar 95,92 persen untuk SMP dan 73,15 persen untuk SMA. Lebih-lebih, APS Perguruan Tinggi hanya sebesar 25,99 persen. Tingkat APS Menengah dan Perguruan Tinggi pun masih menunjukkan ketimpangan yang besar, terutama di Wilayah Timur Indonesia.
Data Bank Dunia menunjukkan pula bahwa pola pencapaian pendidikan di Indonesia adalah semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin sedikit jumlah lulusannya. Padahal, di negara lain, seperti Malaysia, Filipina, dan Singapura, jumlah lulusan sekolah menengah lebih tinggi daripada lulusan sekolah dasar.
Terdapat berbagai alasan mengapa hal tersebut bisa terjadi di Indonesia, seperti keinginan masyarakat untuk segera mendapatkan pekerjaan, kemampuan ekonomi yang rendah, dan kompetensi yang terbatas untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi. Dengan kondisi pendidikan Indonesia sekarang, potensi emas bonus demografi Indonesia 2045 akan sulit untuk didapatkan.
Kementerian PPN dan BPS memproyeksikan bahwa jumlah penduduk Indonesia pada 2045 mencapai 318,96 juta jiwa dan sekitar 207,99 juta jiwa adalah masyarakat usia produktif. Tentunya, kita tidak mengingingkan 207,99 juta jiwa yang ada pada 2045 menjadi tenaga kerja yang kurang berpendidikan.
Tenaga kerja yang kurang berpendidikan akan berdampak pada produktivitas tenaga kerja Indonesia yang rendah dan tidak dapat bersaing dengan tenaga kerja asing.
Memastikan kualitas tenaga kerja
Untuk menciptakan tenaga kerja yang berkualitas dalam rangka memaksimalkan potensi bonus demografi, pemerintah perlu mendorong tingkat pendidikan masyarakat Indonesia menjadi lebih baik.
Pemerintah harus memperhatikan pemerataan akses pendidikan bagi seluruh masyarakat Indonesia, terutama pendidikan dasar dan peningkatan partisipasi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Selanjutnya, pemerintah juga harus dapat meningkatkan kompetensi dari tenaga pendidik, memfokuskan penyebaran tenaga pendidik pada daerah 3T, dan memberikan insentif kepada tenaga pendidik, terutama tenaga pendidik di daerah 3T.
Perbaikan fasilitas-fasilitas pendidikan dan adaptasi terhadap teknologi juga merupakan hal yang penting dilakukan oleh pemerintah dalam rangka menciptakan sumber daya manusia yang adaptif.
Sumber: Kompas.com