Pendidikan Indonesia dinilai jalan di tempat alias stagnan. Banyak program dan kebijakan diluncurkan untuk kemajuan pendidikan, tetapi sering kali tidak berkelanjutan.
Keberlanjutan kebijakan pendidikan oleh pemerintah dibutuhkan untuk membuat pendidikan Indonesia lebih maju. Untuk itu, kebijakan pendidikan yang dilakukan jangan berorientasi sekadar program jangka pendek yang berfokus sebagai bukti warisan pemerintahan, tetapi juga harus mampu membuat pendidikan sebagai gerakan yang memberi ruang bagi semua pemangku kepentingan berpartisipasi dan berkolaborasi.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim, dalam acara Belajaraya 2023, festival pendidikan yang digelar jaringan Semua Murid Semua Guru (SMSG), di Jakarta, Sabtu (29/7/2023), mengakui, ada rasa khawatir jika kerja keras selama ini untuk membawa perubahan menuju pendidikan Indonesia yang lebih baik tidak berlanjut. Namun, dia meyakini, kebijakan pendidikan baik dan berdampak bagi banyak pihak pasti akan didukung.
Nadiem menyebut, salah satu kebijakan baik yang dilanjutkan dari kepemimpinan menteri pendidikan sebelumnya, Muhadjir Effendy, yakni penerimaan peserta didik baru (PPDB) zonasi.
”Karena kami satu tim meyakini kebijakan PPDB zonasi penting, ya, dilanjutkan meskipun kebijakan ini akan merepotkan saya dan kena getahnya setiap tahun. Namun, ini harus dilanjutkan karena penting. Kebijakan ini belum menutup kesenjangan. Tanpa kebijakan ini, banyak anak dari keluarga tidak mampu akan selalu masuk dan membayar di sekolah swasta. Kebijakan PPDB zonasi ini contoh keberlanjutan kebijakan sebelumnya,” papar Nadiem.
Terkait dengan perubahan pendidikan yang ditawarkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) saat ini lewat berbagai episode kebijakan Merdeka Belajar, diyakini bisa berlanjut. Apalagi, berbagai kebijakan pendidikan saat ini menyentuh langsung kebutuhan dari sejumlah pemangku kepentingan pendidikan yang berperan penting dalam membawa perubahan, yakni kepala sekolah, guru, siswa, dan orangtua.
Sesuai kebutuhan
Nadiem menambahkan, perubahan membutuhkan teknologi atau platform. ”Seperti platform merdeka mengajar atau PMM yang dibangun untuk guru yang sudah diunduh sekitar 2,6 juta guru, jika mau ditutup, tentu guru yang akan menjaganya,” ujarnya.
”Demikian juga kebijakan Kampus Merdeka yang mengizinkan mahasiswa mendapat pengakuan 20 satuan kredit semester untuk belajar di luar kampus, tentu mahasiswa yang sudah merasakan dampaknya akan menjaga. Kurikulum Merdeka yang memberikan keleluasaan atau kemerdekaan bagi guru dalam mengembangkan pembelajaran sesuai kebutuhan dan kondisi siswa juga akan sulit untuk menarik balik,” kata Nadiem.
Lebih lanjut, Nadiem mengutarakan, perubahan dalam empat tahun terakhir memang cepat serta mendapat respons pro dan kontra. Namun, dengan meletakkan perubahan pendidikan sebagai gerakan, bukan sekadar program, Nadiem optimistis para penggerak di berbagai lini akan terus menjaganya untuk tetap berjalan. ”Energi untuk menggerakkan perubahan pendidikan yang lebih baik akan terus berjalan, mau menteri dan presidennya siapa pun,” tuturnya.
Secara terpisah, praktisi pendidikan Indra Charismiadji, Minggu (30/7/2023), mengatakan, persoalan dunia pendidikan di Indonesia kompleks karena melibatkan banyak pihak, termasuk kementerian dan lembaga, tetapi terkoordinasi belum baik. Untuk itu, pejabat publik bidang pendidikan harus memahami betul tantangan dalam pendidikan dan menghadirkan solusi yang mengatasi akar permasalahan dan berkelanjutan.
”Jangan setiap menteri pendidikan nanti saling menyalahkan kebijakan sebelumnya. Sebab, pendidikan membangun manusia sehingga butuh keseriusan dan komitmen jangka panjang yang berkelanjutan. Dengan demikian, persoalan pendidikan yang pelik dan stagnan bisa terurai,” kata Indra.
Sementara inisiator jaringan SMSG Najeela Shihab memaparkan, kolaborasi dari berbagai komunitas pendidikan bersama pemerintah pusat dan daerah dibutuhkan. Banyak inovasi dan praktik baik sudah dilakukan berbagai komunitas pendidikan yang dapat direplikasi untuk membawa perubahan lebih baik dari sisi persekolahan, keluarga, hingga masyarakat.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan, pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mendorong kemajuan pendidikan di daerahnya. Terutama dalam memastikan akses pendidikan dan ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan guna memastikan semua anak mendapatkan layanan pendidikan berkualitas.
Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk mengatasi kesenjangan akses pendidikan dari keluarga miskin adalah membuat sekolah berasrama Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri Jateng. Siswa dari keluarga tidak mampu diseleksi dan mendapatkan pendidikan vokasi berkualitas sehingga mendapat peluang bekerja hingga ke luar negeri yang dapat mengubah nasib keluarga.
Demikian juga PPDB zonasi, kata Ganjar, tetap didukung. Pemda bisa membangun sekolah negeri yang dapat diakses masyarakat sesuai zonasi.
sumber: Kompas.id