Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pun terus menggiatkan sistem zonasi yang disinyalir mampu meratakan pendidikan berkualitas bagi anak-anak di seluruh Tanah Air. Sistem ini sendiri berlaku dua tahun lalu dengan terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 51 tahun 2018. Sistem zonasi adalah seleksi penerimaan siswa didik atau peserta didik baru secara lebih transparan dan adil, ditetapkan sesuai tempat tinggal.
Sejak bergulirnya sistem ini, pro dan kontra masih terjadi di masyarakat. Mengapa demikian? Simak penjelasannya dalam artikel berikut.
Pengertian Seputar Sistem Zonasi, Kapan Zonasi Diberlakukan
Sistem zonasi adalah seleksi penerimaan siswa didik atau peserta didik baru secara lebih transparan dan adil, ditetapkan sesuai tempat tinggal.
Sistem ini mulai digunakan pada tahun 2017 dalam penataan sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 14 Tahun 2018, tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, atau bentuk lain yang sederajat. Pemberlakuan sistem ini baru efektif di tahun 2018.
Pengertian ‘zonasi’ dimaknai sebagai pembagian atau pemecahan suatu areal menjadi beberapa bagian, sesuai dengan fungsi dan tujuan pengelolaan (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Dengan sistem ini, diharapkan semua jenjang pendidikan khususnya sekolah negeri untuk memberikan layanan pendidikan yang bermutu secara merata bagi masyarakat pada suatu areal atau kawasan tertentu.
Pada sistem ini, ditargetkan akan mengubah paradigma di mana ‘anak-anak terbaik’ tidak perlu mencari ‘sekolah terbaik’ yang berlokasi jauh dari tempat tinggalnya. Sejauh penerapannya, sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) diklaim mampu memberi implikasi terhadap kesiapan seluruh sekolah dengan mutu yang setara sekolah unggul atau sekolah favorit.
Sistem ini memang berkaitan erat dengan domisili tinggal anak.
Tujuan dan Fungsi Dilakukan Sistem Zonasi
Berdasarkan regulasinya, sistem PPDB mengatur sekolah negeri milik Pemerintah Daerah wajib menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah paling sedikit 90% dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima. Radius zona terdekat ditetapkan Pemda sesuai dengan ketersediaan anak usia sekolah di daerah tersebut dan daya tampung rombongan belajar pada setiap sekolah.
Meski begitu, sekolah masih dapat menerima peserta didik baru di luar zona terdekat karena alasan prestasi paling banyak 5%, kemudian karena alasan khusus paling banyak 5% seperti perpindahan domisili orang tua/wali.
Sistem ini pada PPDB ini dapat berlangsung secara lebih objektif, transparan, akuntabel, nondiskriminatif, merata, dan berkeadilan sesuai dengan UndangUndang Dasar 1945 bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak. Mengacu publikasi data Kemdikbud, sistem PPDB berikut zonasi mutu pendidikan pun memiliki tujuan dan fungsi khusus, yakni:
- Menjamin penerimaan peserta didik baru berjalan secara objektif, transparan, akuntabel, nondiskriminatif, dan berkeadilan dalam rangka mendorong peningkatan akses layanan pendidikan.
- Menjamin ketersediaan dan kesiapan satuan pendidikan (sekolah negeri, khususnya) untuk dapat memberikan layanan pendidikan yang berkualitas.
- Menjamin adanya pemerataan akses dan mutu pendidikan yang berkeadilan pada setiap zona/wilayah yang ditetapkan mendekati tempat tinggal peserta didik.
- Memastikan terpenuhinya tenaga pendidik dan kependidikan yang kompeten didukung oleh prasarana dan sarana yang memadai yang dapat disediakan dan digunakan bersama oleh setiap satuan pendidikan yang ada di wilayan/zona yang telah ditetapkan
- Mengendalikan dan menjamin mutu lulusan serta melakukan pengawasan proses dan hasil pembelajaran secara komparatif dan kompetitif pada wailayah/zona layanan pendidikan secara terukur dan berkesinambungan.
Keuntungan Sistem Zonasi
Sistem ini sangat bermanfaat untuk melakukan percepatan pembangunan pendidikan yang merata, berkualitas, dan berkeadilan, sebagai suatu sinergi dan integrasi pelayanan pembangunan pendidikan. Sistem ini juga turut memungkinkan adanya pengelolaan secara vertikal mulai dari satuan pendidikan, desa/kelurahan, kecamatan/distrik, kabupaten/kota, provinsi, hingga tingkat nasional.
Manfaat penting dari sistem ini adalah demi membangun strategi pengelolaan pendidikan yang berkesinambungan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan, mulai dari pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, sampai pendidikan menengah. Selain itu, sistem ini juga punya segelintir keuntungan lain seperti terangkum di bawah ini.
1. Pemerataan Pendidikan yang Berkualitas
Persebaran peserta didik dilakukan dengan PPDB dalam zonasi yang sudah ditentukan. Setiap siswa terdekat harus mendapatkan akses untuk melanjutkan ke sekolah terdekat. Peningkatan mutu dilihat dari hasil akreditasi satuan pendidikan, untuk menilai kelayakan 8 Standar Nasional Pendidikan yang dikendalikan dengan hasil proses belajar mengajar peserta didik.
2. Rotasi Guru Secara Merata
Kegiatan pertukaran guru dalam suatu kawasan dapat dilakukan sesuai kebutuhan dan kesepakatan bersama, setidaknya dalam zona atau wilayah tertentu. Pemerintah pun perlu memastikan bahwa dalam satu zona tertentu, tersedia sekolah dengan guru-guru berkualitas yang didukung oleh prasarana pendidikan dan sarana pembelajaran yang lengkap sesuai standar yang ditetapkan.
3. Menghilangkan Sistem Beli Bangku
Sistem ini juga diklaim mampu mengentaskan masalah turun temurun yang umum terjadi di dunia pendidikan. Istilah ‘beli bangku’ sering terjadi khususnya pada sekolah negeri di bawah naungan Pemda.
Kekurangan Sistem Zonasi
Kendati punya keuntungan, sistem ini tetap punya kelemahan. Salah satunya berdasarkan evaluasi, ada beberapa titik kabupaten/kota/provinsi tertentu yang belum bisa mengikuti secara penuh peraturan zonasi. Oleh karenanya diperlukan beragam penyesuaian dalam penerapan, khususnya terkait perubahan zona.
Di samping masalah penerapan yang belum sempurna, sistem ini punya kekurangan lain diantaranya sebagai berikut.
1. Peta Koordinat Kurang Tepat
Mengingat sistem ini mengutamakan ‘kedekatan jarak’, maka dalam prakteknya sistem tersebut memanfaatkan aplikasi peta Google. Sayangnya, titik koordinat acapkali disebut tidak akurat, sehingga menyebabkan calon murid gagal mengikuti PPDB lantaran perbedaan selisih beberapa meter saja. Padahal jarak rumah ke sekolah yang didaftarkan berada dalam radius dekat.
2. Rentan Kelebihan Kapasitas
Dalam pelaksanaan evaluasi pelaksanaan PPDB di daerah, ditemukan fakta bahwa Pemerintah Daerah kesulitan melakukan pemetaan jumlah usia anak sekolah yang sedang mengikuti PPDB dan jumlah daya tampung yang tersedia di sekolah. Sehingga dalam penerapannya cukup sulit dilaksanakan PPDB dengan jalur zonasi dengan persentase yang cukup besar.
Berdasarkan pelaksanaan PPDB melalui sistem ini yang sudah dilaksanakan sebelumnya, data menunjukkan bahwa jumlah daya tampung sekolah negeri tidak cukup untuk menerima seluruh siswa yang mendaftar pada sekolah jenjang berikutnya melalui PPDB. Hal ini mendorong Pemda memberikan intervensi dalam pemenuhan layanan pendidikan di daerahnya, karena pada dasarnya pendidikan adalah layanan dasar sebagaimana ketentuan dalam UU Pemerintah Daerah.
3. Manipulasi Wali Murid
Sistem ini disinyalir justru melahirkan kecurangan baru, yaitu manipulasi Kartu Keluarga agar anak bisa memasuki sekolah unggulan. Kekurangan sistem ini pun kabarnya telah ditangani Pemda dengan aturan yang lebih fleksibel, sehingga diharapkan praktik tersebut tidak terulang agar tidak ada lagi anak yang tidak mendapatkan sekolah.
Maka dalam jangka menengah dan jangka panjang, harapannya tidak ada lagi orangtua atau wali murid yang menggunakan jalur melanggar aturan dalam mendaftarkan anaknya karena kualitas sekolah sama baiknya.
Sistem Zonasi Sebagai Bentuk Pemerataan Pendidikan Berkualitas
Sistem ini merupakan salah satu kebijakan yang ditempuh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk menghadirkan pemerataan akses pada layanan pendidikan, serta pemerataan kualitas pendidikan nasional. Selama ini, ketimpangan antara sekolah yang dipersepsikan sebagai sekolah unggul atau favorit dengan sekolah yang dipersepsikan tidak favorit masih umum terjadi.
Alhasil, terdapat sekolah yang diisi oleh peserta didik yang prestasi belajarnya tergolong baik/tinggi, dan umumnya berlatar belakang keluarga dengan status ekonomi dan sosial yang baik. Sementara di lain sisi ada juga titik ekstrim lainnya, yakni sekolah yang memiliki peserta didik dengan tingkat prestasi belajar yang tergolong kurang baik/rendah, dan umumnya berasal dari keluarga tidak mampu.
Selain itu, ada lagi fenomena peserta didik yang tidak bisa menikmati pendidikan di dekat rumahnya karena faktor capaian akademik. Demi mengentaskan kejadian-kejadian tersebut, maka Pemerintah melalui Kemdikbud menggiatkan sistem ini hampir seluruh wilayah di Indonesia. Tujuannya berprinsip pada keadilan, sekaligus sebagai upaya mencegah penumpukan sumber daya manusia yang berkualitas dalam suatu wilayah tertentu.
sumber: rumah.com